Senin, 02 Juni 2014

PENDIDIKAN ISLAM DI ACEH


Waktu Masuknya Islam ke Aceh
Banyak sarjana telah menyatakan pendapatnya tentang penetapan waktu yangpasti masuknya agama islam ke Indonesia, khususnya ke aceh. Hal ini tidak mengherankan, karena warisan sejarah zaman yang lalu kebanyakan telah bercampurdengan dongeng banyak sekali perbedaan tentang masuknya islam ke Indonesia. Ada yangmenyatakan pada abad 13 masehi menurut
 Hoesein Djajaningrat, A Mukti Ali dam Mahmud Yunus.
Dan ada juga yang menyatakan bahwa islam masuk ke indonesia padapada abad 7-8 masehi. Pendapat ini didukung oleh
 Hamka, Moh Said, D.Q nasution, Ok  Rahmat, Dahlan Mansur 
dan lain-lain.
 Pada umumnya para ahli sejarah berpendapat bahwa pantai Sumatera bagianutara-lah yang mula-mula menerima ajaran Islam. Ada juga yang berpendapat bahwaBarus adalah daerah islam pertama di Indonesia. Alasan bahwa Barus yang mula-mulamenerima penyiaran Islam, karena sejak zaman kuno Barus sudah berperan sebagai Bandartransito dalam dunia perdagangan di wilayah nusantara. perdagangan Islam lebih dahuludatang di Barus, baru menuju Bandar-bandar dagang lainnya di Nusantara . H. M.Zainuddin berpendapat bahwa Peureulak yang mula-mula menerima agama islam denganmenggunakan sumber kitab
 Idhahul Haq fi mamlakatil,
buah tangan Abu Ishak Al-makarany.

 B.defenisi Pendidikan Umun dan Islam
 1. Arti Pendidikan secara etimologi
Pendidikan bersala dari bahaa yunani yaitu “Paedagogie”. Yang terdiri dari kata“PAIS” , artinya anak, dan “AGAIN” diterjemahkan membimbing, jadi paedagogie yaitu
bimbingan yang diberikan kepada anak

Secara definitif pendidikan (Paedagogie) diartikan oleh para tokohpendidikan, sebagai berikut :a)

John DeweyPendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapanfumdamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesamamanusia.b)

LangeveldMendidik adalah mempengaruhi anak dalam usahamembimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usahayang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja antara orang dewasa dengananak/ yang elum dewasa.c)

HoogeveldMendidik adalah membantu anak supaya ia cukup cakapmenyelnggarakan tugas hidupnya atas tanggung jawabnya sendiri.d)

SA. Bratanata dkk.Pendidikan adalah usaha yang disengaja diadakan baik langsungmaupun dengan ara yang tidak langsung untuk membantu anak dalamperkembangannya mencapai kedewasaannya.e)

RousseauPendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada padamasa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.f)

Ki Hajar DewantaraMendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada padaanak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakatdapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.g)

GBHNPendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadiandan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur

3.Tentang kata “Islam”,
ada yang mengartikannya sebagai penyerahan diri secaratentram dengan sepenuhnya terhadap kehendak Allah tanpa perlawanan. Disisi lain adayang m
engartikan “Islam” itu dengan perkataan damai atau sejahtera.

Dengan demikian “
 Pendidikan Islam”
dapat diartikan sebagai pendidikan yangberdasarkan kepada jaran islam sesuai dengan ajaran islam. Pendidikan islam menuntutagar setiap orang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah. Pendidikan islam berusahamencapai kesejahteraan dan keselamatan hidup baik di dunia maupun di akhirat denganselalu berpedoman kepada perintah Allah dan rasulnya.
3. Pengertian pendidikan secara umum yang dihubungkan dengan Islam

 — sebagaisuatu system keagamaan

— menimbulkan pengertian-pengertian baru, yang secara implicitmenjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama.
-Ketiga istilah ini mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia danmasyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satusama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam:informal, formal dan non formal.Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapangenerasi uda untuk Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam,yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya,dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).

 Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaanmanusia menuju taklif [kedewasaan], baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba dihadapanKhaliqnya dan sebagai “pemelihara” [khalifah ] pada semesta [Tafsir, 1994].Dengan demikian, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapakn peserta didik [generasi penerus] dengan kemampuan dan keahlian [skill ] yang diperlukan agar memilikikemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat [lingkungan], sebagai tujuanakhir dari pendidikan. Tujuan akhir pendidikan dalam Islam, sebagai proses pembentukandiri peserta didik [manusia] agar sesuai denganfitrah keberadaannya [al-Attas, 1984].Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam duniapendidikan - terutama peserta didik -- untuk mengembangkan diri dan potensi yangdimilikinya secara maksimal. Pada masa kejayaan Islam, pendidikan telah mampumenjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik, namun seiring dengankemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut mengalami kemunduran.Dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsipil diletakkan pada dasar-dasar ajaranIslam dan seluruh perangkat kebudayaannya, yaitu:1.Al-Qur’an dan Sunnah, karena memberikan prinsip yang penting bagi pendidikan
yaitu penghormatan kepada akal, kewajiban menuntut ilmu dsb.2.

Nilai-nilai social kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam atasprinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi manusia.3.

Warisan pemikiran Islam, yang merupakan refleksi terhadap ajaran-ajaran pokok Islam.Karakteristik pendidikan Islam:1.

Penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atasdasar ibadah kepada Allah swt.2.

Penekanan pada nilai-nilai akhlak.3.

Pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatukepribadian.4.

pengamalan ilmu pengetahuan atas dasr tanggung jawab kepada Tuhan danmasyarakat manusia.


Sistem Pendidikan Islam Di Aceh
sistem pendidikan Islam di Aceh hamper tidak berbeda dengan di daerah lainnyadi Indonesia. Anak-anak duduk bersila waktu belajar, tidak memakai bangku dan meja.Guru juga duduk seperti anak murid. Anak-anak belajar seorang demi seorang, belumberkelas-kelas seperti sekarang ini.Kurikulum pendidikan Islam dahulu tidak terikat dengan jumlah jam matapelajaran seminggu. Para guru bebas memilih buku dan bahan pelajaran yangdiajarkannya. Pelajaran tidak terikat pada suatu rencana pelajaran tertentu.Pada masa kerajaan aceh, pendidikan islam di aceh yang bersubstansikan ajaranislam diselenggarakan di lembaga khusus yang disebut maunasah, rangkang, dan dayah.Meunasah merupakan tempat ibadah yang kemudian berfungsi sebagai tempat pendidikanawal bagi sekeliling mesjid. Pengelolanya adalah seorang teungku yang pendidikannyasudah harus lebih tinggi dari rangkang. Lembaga yang lebih tinggi lagi disebut dayah yangdidirikan dan memiliki tiga tingkatan pengajaran sekaligus yaitu rangkang (junior), bale(senior), dan dayah manyang (universitas).
 6.Agar pendidikan islam itu lebih berbobot bagi masyarakat luas, maka ulama-ulama aceh     telah mengarang kitab-kitab dalam bahasa aceh, seperti : Hikayat AkhbarulKarim dan Bahaya Siribee. Kitab yang sulit dalam bahasa arab juga diterjemahkan ke
dalam bahasa melayu, seperti tafsir Qur’an yang berjudul “
Tarjumanul Mustafid Bil jawi”,
oleh Syek Abdul Rauf. Dalam hikayat akhbarul Karim dijelaskan tentang tauhid, ibadah,hari kiamat dan sebagainya.Dayah di aceh banyak menggunakan
expatriates
terutama dari timur tengah, untuk mengajar bukan hanya ilmu agama namun juga ilmu non agama seperti: Syekh M. Azhari(metafisika), Abu Al-kahar Ibn Syekh Ibn Hajar (hokum), Syekh Yamani (teologi)Dayah-dayah yang terkenal di Aceh pada masa yang lalu adalah Dayah Cot Kala,Jeureula, Lambirah, Tiro dan lain-lain.

6Dalam pengajaran, tidak ada batas umur untuk mulai belajar. Orang tuamenentukan sendiri kapan anaknya disuruh belajar. Ada orang tua yang mengirim anaknyabalajar pada usia lima, enam atau tujuh tahun. Pemerintah juga tidak menetapkan batasusia untuk mulai belajar. Ulama-ulama dahulu mengirim anaknya ke sekolah setelahberumur Tujuh tahun, batas umur dimana orang tua telah dibebani kewajiban untuk pendidikan anak mereka supaya mengerjakan sembahyang dan berakhlak mulia.Pada masa emas kerajaan aceh, yaitu pada Sultan Ali Mughayat Syah, dalammenghadapi portugis, ulama-ulama aceh memegang peranan yang besar yaitumenanamkan jiwa jihad kepada rakyat aceh, pada saat portugis hendak menyerang aceh,berkat kebaikan hati seorang muslim yang bekerja di kapal portugis itu, rahasiapenyerangan portugis tersebut dibocorkan, akibatnya aceh mengambil inisiatif menyeranglebih dahulu. Kemenangan pada masa ali mughayat syah antara lain disebabkan bainyahubungan antara aceh dengan Negara-negara Islam.Akan tetapi pendidikan islam suram ketika pada masa kemunduran kerajaan acehyaitu ketika kamalat Syah meninggal, terjadi perebutan tahta, masa pemerintahan ratu-ratuyang telah berlangsung selama enam puluh tahun suatu hal yang patut dibanggakan padamasa itu diakhiri dengan berdirinya Dinasti Sayid oleh orang Arab. Dinasti ini banyak sekali terjadi perebutan kekuasaan bahkan Mahmud Yunus, seorang sarjana Islammenggambarkan situasi pendidikan pada zaman suram itu sebagai berikut :
“pendidikan
dan pengajaran islam mendapat kemajuan di tanah aceh selama raja-rajanya menyokongdan turut memajukan bersama-sama alim ulama. Tetapi lama-kelamaan raja-raja tidak mementingkan lagi keberesan uruasan negara. Maka urusan agama turut pula kurangberes. apabila raja telah lengah menjalankan kewajiban agama,tentu rakyat lebih lengahlagi. Negeri kurang aman, antara satu kampong dengan kampong yang lain menjadisengketa dan saling selisih. Satu negeri berperang dengan negeri yang lain. Pendidikandan pengajaran terhenti kemajuannya. Raja tidak dapat mengembalikan keamanan dalamnegeri. Hal ini mengakibatkan kemunduran pendidikan dan pengajaran islam. Pergikepasar saja tidak aman. Waktu itu ulama tidak dapat melaksanakan tugasnya terhadaporang dating yang hendak mempelajari agama di surau atau di mesjid, sebab untuk 

7
bergerak lebih lanjut tdak dapatd, yang dapat pendidikan islam bertambah lamabertambah mundur keadaannya. Kemunduran makin bertambah sewaktu pecahnya perang Aceh.
8

Dari situasi yang demikian buruk, tidak dapat diharapkan pendidikan berjalandengan baik, memang pendidikan berjalan juga, tetapi syiar yang cemerlang akanbertambah nyata bila dakwah islam tidak ada rintangan. Dalam situasi Negara yang beradadalam keadaaan gawat, tipislah kemungkinan ulama-ulama asing mau dating dan tinggal diAceh. Ulama-ulama dan murid-murid dari daerah lainnya di Nusantara tentu telah seganpula dating jika aceh berada dalam situasi yang tidak aman. Terutama Belanda yang telahberkuasa di tempat lain, memperkecil kesempatan untuk pergi ke daerah-daerah islam,termasuk aceh karena hal ini berbahaya bagi mereka. Belanda dengan sengajamempertajam pertentangan sesama umat islam setiap ada kesempatan, seperti mengirimSentot Ali Basyah ke Minangkabau selama perang paderi. Namun demikian, pada masayang sulit itu masih ada juga ulama yang sempat menulis, misalnya Syekh Jalaluddin binSyekh Muhammad Kamaluddin Tursani yang hidup pada masa Sulthan Alaiddin JohanSyah (1735-1760) yang mengarang
Safinatul Hukam
. Dalam kitab ini dibahas masalah-masalah hokum tata Negara, hukum perdata, hokum dagang dan hokum pidana yangditinjau dengan kaca mata Islam. Dalam kitab itu dijelaskan agar raja bersifat adil, berani,lurus janji, berkata benar, penyanyang, sabar, pemaaf, syukur, tidak amarah, menahanhawa nafsu jahat, sehat, dan hebat. Raja harus meninggikan agama & beramal,meramaikan negeri dan Bandar, mengerjakan yang mendatangkan manfaat bagi rakyatserta menolak yang mendatangkan mudharat.

D.Modal Dasar Pendidikan Islam di Aceh
Pemda Aceh sebenarnya sudah berusaha meningkatkan pendidikan di Aceh. Pascapertikaian DI/TII (1957), pemda aceh mencoba membangun tiga macam model jalurpendidikan pada tingkat Perguruan Tinggi di kompleks pendidikan pelajar dan mahasiswa
(kopelma) Darussalam Banda Aceh yaitu : Universitas Syiah Kuala (1959), IAIN Jami’ah,Ar-Raniry Darussalam (20 September 1963) dan Dayah tingkat teungku chik (DayahMayang) dengan nama Dayah Teungku Chik Pante Kulu. Namun dayang mayang yangsemula diharapkan menjadi sebuah lembaga pendidikan tinggi alternative yangmenerapkan metoda tradisional dalam proses pendidikannya pada akhirnya tidak berjalanefektif. Hal ini disebabkan oleh kurangnya tenaga pengajar yang berkualitas tinggi danbersedia tinggal penuh did ayah, juga karena orientasi mahasiswa yang lebih tinggi padapencapaian gelar kesarjanaan formal.Pemda juga mendirikan Yayasan Malim Putra (1987) yang bergerak dalam bidangpendidikan, mendirikan beberapa kelas unggulan di beberapa sekolah di sore harimeskipun berjalan hanya dua tahun karena kekurangan dana dan pengelola professional,mendirikan SMU Modal Bangsa, mendirikan Dayah Ruhul Islam Anak Bangsa melaluiyayasan Pengembangan SDM (YPSDM). Ada pula usaha pihak swasta (individu maupuninstitusi) seperti pembangunan sekolah terpadu lueng Putu yang diketuai oleh T. Abdullah(pensiunan direktur bank BNI Jakarta) dan Bustanul Ulum di Langsa. Pada tahun 1993,pemda bersama MPD merevisi kurikulum muatan lokal di seluruh tingkatan sekolah diaceh, dengan menyeimbangkan dengan tujuan pembelajaran di kurikulum, danpenambahan dibidang akhlak untuk semua jenjang sekolah.PENDIDIKAN membuat manusia cerdas dan maju. Dengan pendidikanmemperangaruhi watak suatu bangsa sehingga bangsa itu memiliki peradaban. Maka perlukonsep pendidikan yang baik dan benar agar tidak terjadinya ketimpangan danproblematika dalam kehidupan masyarakat.Dalam konteks Aceh sebagai daerah Syariat Islam, apakah systempendidikannya sudah Islami; apakah sudah dilaksanakan dalam praktik sesuai yangdiamanahkan Qanun Pendidikan Aceh? Harus diakui, banyak pengelola pendidikan itubelum jelas tentang konsep dan bentuk pendidikan Islami. Gilirannya, guru atau tenagarapengajar juga tidak memiliki petunjuk teknis bagaimana menerapkan pembelajaran yangbernuansa Syariat (Islam)..      
      Secara konsep, bahwa pendidikan Islami adalah berbasis nilai-nilai Islam,komprehensif, integratif dan holistic yang diterapkan dalam proses penyelenggaraannya.Agaknya ini yang mengilhami Majelis Pendidikan Daerah(MPD) NAD mengadakan seminar Internasional system pendidikan Islami (9-12November 2008) lalu di Banda Aceh.Intinya untuk mendapatkan solusi aplikatif bagikebijabakan dan penerapan sistem pendidikan Islami di Aceh.

E.    Fenomena Aceh
Saat ini, mutu pendidikan kita (Indonesia) menempati posisi terendah di Asia.Ada beberapa faktor penyebab, baik dari segi muatan isi pendidikan (kurikulum), pendidik,maupun moralitas. Di antaranya, sistem pendidikan nasional adalah warisan penjajahBelanda. Itu sebabnya prosesPendidikan mengalami kegagalan dalam misi mencerdaskan bangsa. Kecuali itu,pergantian kurikulum setiap tahun sangat merugikan rakyat, karena cenderung menjadimomen tradisi buruk ini menjadi proyek bagi instansi/golongan tertentu. Termasuk diAceh, yang menjadikan dunia pendidikan sebagai obyek bagi kalangan (stake kholder)dengan program-program yang samasekali tidak menyentuk aspek mutu pendidikan itusendiri.Aceh, yang menerapkan syariat Islam, ternyata muatan kurikulum pendidikannyabelum mencerminkan nilai-nilai syariat itu. Misal, kurikulum SD, SMP, SMA bahkanperguruan tinggi umum, untuk bahan ajar Aqidah, Fikih, Alquran dan Akhlak tidak mendapat perhatian seperti halnya pelajaran umum. Pelajaran ini belum diajarkan secarakomprehensif dan berkesinambungan sehingga berdampak kepada kualitas pendidikan dansosial peserta didik dan masyarakat Aceh, umumnya. Yang diajarkan hanya hal-hal yangtidak urgen dan bermanfaat. Ambil contoh, pendidikan sekolah kita belum mampumemberi pemahaman tentang moral bagi anak didik, sehingga masih ditemukan bagaimanakenakalan terjadi bahkan tindak kejahatanSeperti tawuran antarpelajar/ mahasiswa, pencurian, khalwat/pacaran,mesum/zina, mengkomsumsi ganja, merokok dan sebagainya . Ini indikator kalaupengajaran nilai Islami mengalami kegagalan. Kondisi ini diperparah pula dengan akhlak pendidik yang sangat memprihatinkan. Sebagai pendidik, seharusnya guru/dosen menjadiuswah (teladan) bagi siswa/mahasiswanya, bukan sebaliknya. Selama ini ada "oknum"guru/dosen hanya mengajar dan makan gaji, bukan mendidik dan membimbing mereka.Tidak ada rasa amanah terhadap kewajibannya sebagai pendidik. Merekapun tidak memberikan qudwah (panutan). Sehingga memberi kesan tidak edukatif bagimurid/mahasiswanya. Padahal kewajiban guru/dosen bukan hanya mengajar, akan tetapumembentuk kepribadian anak didikannya dengan akhlak yang mulia.Kecuali itu, nilai-nilai budaya Aceh (yang Islami) sudah mengalami kelunturanbahkan nyaris punah. Misal, memberi ruang bagi munculnya tindakan khalwat, baik dalamproses belajar maupun dalam pergaulan mereka di luar itu. Pergi dan pulang kampusbarengan antara laki dan perempuan yang bukan muhrim sudah menjadi trend, bahkantanpa rasa malu si perempuan berboncengan motor memeluk si laki. Pacaran dan pergaulanbebas mewarnai dan menodaiLingkungan pendidikan kita, atau tentang cara berpakaian yang tidak menganutnorma-norma agama. Ironisnya, pihak berwenang seperti kepala sekolah/Rektor dan paraguru/dosen diam saja, hanya menjadi penonton tanpa berusaha amal maruf nahi munkar.Pembiaran non budaya Islami, telah mengakibatkan tatanan kehidupan masyarakatmenjadi bobrok..Bagaimana pendidikan di negeri luar? Sangat beda dengan di negeri kita. Nilai-nilai moral begitu terasa dalam sistem pendidikan mereka. Agaknya, ini patut kitabecermin dan mengadopsi sitem pendidikan Negara luar (yang Islami). Sebutlah diantaranya Universitas al-Azhar, atau di Malaysia, saya melihat hal menarik yang patut kitacontoh dalam menerapkanPendidikan Islami di Aceh. Di antaranya persyaratan utama untuk masuk universitas tersebut yaitu mampu membaca Alquran dengan baik dan bertajwid, di sampingharus lulus standar ujian bahasa Arab atau Toafl. Itu juga ditunjukkan sikap parapengajarnya yang jujur, ikhlas dan amanah. Mereka mengajarkan ilmu kepada paramahasiswa dengan ikhlas dan sungguh-sungguh.Memulai belajar dengan basmallah atau tahmid (pujian kepada Allah), danmenutupnya dengan hamdallah atau doa. Di sela-sela pengajaran ada taushiah (nasehat) dan mereka benar-benar menjadi uswah . Pembentukan akhlak dan budaya Islami dilingkungan pendidikan mereka menjadi prioritas para guru dan dosen.Demikian pula adanya sejumlah aturan, misal, aturan pakaian yang sopan dan syari, yaitu pakaian yang harus menutup aurat, tidak tipis (transparan) , tidak membentuk lekuk-lekuk tubuh (ketat) dan tidak menyerupai pakaian lawan jenis, juga tidak merokok dikampus,larangan couple (pacaran atau khalwat), menyontek, pornografi dan pornoaksi,adanya pemisahan antara siswa/mahasiswa laki-laki dan perempuan, baik di kelas, kampusmaupun asrama. Begitu juga dengan sarana dan fasilitas olah raga, internet danentertainment (hiburan).Kurikulum yang berkualitas, termasuk kewajiban menghafal Alquran. Adaprogram tambahan yaitu tahfiz. Maka tidak heran seorang sarjana kedokteran atau tehnik sipil mampu menghafal Alquran. Islamisasi knowledge (ilmu pengetahuan) merupakanbagian Kita berharap kepada Pemerintah Aceh dan instansi terkait lainnya (dalam hal iniDepag, Dinas Pendidikan, dan MPD) dapat merumuskan konsep pendidikan Islami danmenerapkannya dalam pendidikan di Aceh.
     
Dan baru-baru ini, Pemprov NAD membuat terobosan baru dengan membentuk badan pendidikan dan pemberdayaan dayah di seluruh kabupaten/kota. Badan ini, bertugasmemberdayakan sumber daya manusia sekaligus memberikan kontribusi bagi santri dalambidang ekonomi. Dengan adanya badan ini, pembinaan dan pemberdayaan dayah tidak lagipartikular dengan bantuan pihak ketiga, melainkan masuk dalam sistem pemerintahan danmemperoleh bantuan dana melalui APBA.
“Konsekuensinya, Pemprov NAD harus menyediakan dana setiap tahun bagi
dayah-dayah yang bernaung di bawah badan tersebut,” kata Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar kepada wartawan di Banda Aceh, kemarin.Menurut dia, pembentukan badan tersebut sudah diwacanakan kepada masing-masing kabupaten/kota, agar memfasilitasi dayah dengan memberikan lahan. Dengandemikian, para santri, selain belajar kitab Salafiyah, mereka juga dapat mengembangkanusaha.
“Mereka ini tidak boleh terus bergantung
dengan sumbangan pihak ketiga maupunsumbangan tidak mengikat lainnya, tetapi ke depan dayah harus mandiri dan berdikari
dengan lahan yang diberikan,” sebut Wakil Gubernur.
 Untuk tahap awal, Pemprov NAD akan memberikan bantuan, baik untuk tambak,perkebunan dan usaha lainnya. Dan ini akan dikelola secara profesional oleh para santridayah. Dengan demikian, melahirkan sumber pendapatan dayah.Kendala selama ini, kata Nazar, jangankan modal usaha lahan yang digarap pun tidak ada,sehingga kehidupan dayah san
gat memprihatinkan. “Kita harapkan masa depan dayah diAceh menjadi bingkai perkembangan pendidikan Islam,” harap dia

F. Kesimpulan
Pendidikan merupakan suatu proses belajar engajar yang membiasakan kepadawarga masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan mengamalkan semuanilai yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagikehidupan dan perkembangan ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. PendidikanIslam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadimuslim yang baik (insan kamil)Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan Islam di Aceh, tidak terlepas dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para ulama serta pujangga, baik dariluar maupun setempat, seperti peran Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar sehinggamenjadikan Aceh sebagai pusat pengkajian Islam

DAFTAR PUSTAKA.


 http://www.serambi news.com/old/ index.php? aksi=bacaopini&opinid=19073.

Thamrin,M.danMulyana,Edy.Perang kemerdekaan Aceh,BadanPerpustakaan Provinsi NAD, 2007.

Thamrin , M.Aceh,melawan Penjajahan Belanda,CV. Wahana, Jakarta,2004.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar